Minggu, 25 April 2010

Beasiswa Anak-Anak Aceh Runyam Karena Data Kacau Diterbitkan : 10 Maret 2010 - 1:12pm | Oleh Redaksi Indonesia (Lola Alfira)

Pada tahun 2008 pemerintah Aceh telah menjalankan program bantuan pendidikan anak yatim piatu dan miskin, yang dialokasikan untuk 80 ribu anak usia sekolah.

Namun mengapa pemberian dana tersebut seakan tumpang-tindih dengan dana bantuan dari Badan Reintegrasi Aceh (BRA) sehingga jumlah anak penerima bantuan yang semestinya berhak mendapat malah tak terdata. Berikut laporan Repoerter Lola Alfira dari radio Fas FM Meulaboh.

Setiap anak mendapat Rp 1 juta 8 ratus ribu pertahun atau sekitar Rp.150 ribu perbulannya. Setahun kemudian program ini semakin ditingkatkan lagi, sehingga untuk tahun lalu jumlah anak miskin usia sekolah yang mendapat bantuan mencapai 100 ribu orang di seluruh Aceh. Pendataan anak yang mendapat bantuan dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Aceh bekerja sama dengan Dinas Sosial kabupaten/kota. Program 2009 masih sama dengan program tahun sebelumnya, yakni Rp 150 ribu per anak setiap tahunnya. Namun salah seorang anak dari Beutong Ateuh, Azizah, mengatakan dirinya pernah mendapat dana pendidikan sebesar 1 juta 8 ratus ribu, itupun hanya sekali.

Berlangsung acak
Azizah: "Demi Allah tidak pernah kami terima sisa uang, selain uang itu. Tapi bukan saya saja, semua korban konflik Beutong Ateuh tidak menerima uang dari siapapun, selain uang Rp 13 juta itu, dan uang yang dikasih waktu kelas III SMA. Saya menerima Rp 1 juta 8 ratus ribu, selebihnya tidak menerima dari siapapun."

Badan Reintegrasi Aceh (BRA), pihak yang bertanggung jawab dalam penyaluran dana untuk anak konflik, mengaku tidak mampu menyediakan dana itu sekaligus. Sehingga pemberian dana bantuan untuk anak korban konflik berlangsung secara acak. Sekretaris BRA Kabupaten Nagan Raya, Khuzairi Hasan, menjelaskan, dana sudah disalurkan ke rekening si anak, namun banyak sekali pintu pemberian bantuan sehingga tidak semua anak konflik mendapat bagian.

Khuzairi Hasan: "Khusus Beutong Ateuh, karena sesuai dengan laporan keuchik, itu cuma empat orang, berasal dari desa Blang Pu'uk dan desa Kuta Tengoh. Penilaiannya karena orang tua mereka tewas ataupun terbunuh ataupun hilang pada masa konflik. Maka oleh pemerintah Aceh, khususnya melalui BRA, disalurkan atau dibantu kepada anak yatim itu dalam bentuk beasiswa. Keseluruhannya 325 orang. Cuma ini hanya dibantu satu tahun melalui BRA. Ini dalam pertimbangan karena sumber dananya yang diberikan kepada anak yatim, secara umum melalui beberapa pintu dikhawatirkan tumpang tindih, maka anak yatim selanjutnya secara umum akan dibantu melalui sekolah atau melalui jalur pendidikan."

Tugas keuchik
Untuk mendapat data anak korban konflik di Nagan Raya, pihak BRA bekerja sama dengan Dinas Pendidikan setempat dengan menugaskan para keuchik atau kepala desa. Masih banyaknya anak-anak korban konflik di Kabupaten Nagan Raya, khususnya di Beutong Ateuh yang tidak mendapatkan bantuan, karena tidak adanya transparansi data yang dihimpun oleh pihak berwenang, sehingga ini sangat merugikan. Demikian Zulaidi Syah, ketua koalisi guru bersatu Kabupaten Nagan Raya.

Zulaidi Syah: "Transpransi mereka itu tidak ada sejak pertama. Sehingga pada saat terjadi permasalahan seperti ini, jadi kitapun kesulitan untuk mengaudit semua di lapangan, di lokasi. Yang jelas kalau transparansi tidak ada, itu artinya apa? Bukan kita menuduh, tapi kita mendapat temuan, lalu kita kan menduga: berarti sudah sarat masalah. Yang pertama ada masyarakat yang mengetahui bahwa uang tersebut berjumlah sejuta delapan ratus ribu, satu orang. Tapi ada masyarakat lainnya mengakui bahwa kami terima memang, tapi hanya mendapat Rp satu juta limaratus dengan tiga kali pengambilan, tiga tahap."

Sementara itu tokoh masyarakat Nagan Raya Sofyan S. Sawang sangat menyayangkan hal ini menimpa anak-anak yang orang tua mereka menjadi korban pada masa konflik di Aceh.

Sofyan S. Sawang: "Pemerintah ya harus memperhatikan semua warganya, terutama warga Beutong Ateuh yang sudah cukup lama menderita. Kalau saya maunya diusut oleh aparat penegak hukum. Apalagi di republik kita ini sekarang ini kan ingin menegakkan kebenaran. Jadi, kalau memang betul informasi tidak sampai sepenuhnya apa yang dijanjikan itu, tidak diterima sepenuhnya oleh penerima bantuan, saya mengharapkan itu diusut oleh aparat penegak hukum. Saya pikir yang terkait dengan bantuan tersebut. Ini andaikata memang betul, makanya oleh aparat penegak hukum saya yakin bisa terungkap itu kalau diusut."

Meski BRA Nagan Raya sendiri mengaku telah menyalurkan bantuan tersebut kepada anak-anak korban konflik, namun sasaran kerja mereka masih dianggap tak jelas dan tidak tepat. Data kobar GB Nagan Raya mensinyalir ada anak yang bukan korban konflik dimasukkan namanya oleh keuchik. Itu terjadi di Beutong Ateuh, di sana banyak anak-anak yang orang tua mereka korban tragedi Bantaqiyah namun tidak terdata.

Cek ke bawah
Tidak diketahui persis apakah yang dilakukan oleh BRA Nagan Raya sudah mencapai target, namun pihaknya akan berkoordinasi dengan DPRK untuk menelusuri kasus tersebut, ucap Adival Susanto, Sekretaris Komisi D Bidang Pendidikan, di DPRK Nagan Raya.

Adival Susanto: "Kalau secara kelembagaan mungkin saya juga akan berkoordinasi dengan kawan-kawan yang lain. Tapi kalau secara pribadi saya akan melakukan kroscek ke bawah. Artinya sekarang BRA yang mewakili pemerintah misalnya yang melakukan rekonsiliasi terhadap perdamaian Aceh ini, dengan siapa mereka berhubungan dalam mengumpulkan data ini, kami perlu tahu juga. Apakah mereka melakukan input data sendiri atau melibatkan Dinas Sosial, misalnya. Ini kami perlu teliti lagi dan untuk ini mungkin harus turun ke lapangan, dengan menjumpai para korban konflik, terutama anak-anak berhak mendapat beasiswa dari BRA."

Menurut data BRA, di Kabupaten Nagan Raya sendiri telah terdata 652 warga korban konflik yang tersebar di seluruh kecamatan. Bayangkan saja jika dalam sebuah keluarga terdapat tiga orang anak yang masih membutuhkan biaya untuk melanjutkan pendidikan mereka, baik di kecamatan maupun sampai keluar kabupaten.

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf telah mencanangkan program "tidak ada lagi anak Aceh yang tidak sekolah". 100 ribu anak yatim piatu serta miskin di Aceh akan terbantu dengan program ini. Dana Rp 9,7 triliyun tersebut berasal dari APBA tahun 2009 dan 20% dialokasikan untuk sektor pendidikan.

Laporan : Lola Alfira

32 Istri Pejabat Nagan Raya ke Luar Negeri

Pemerintah Kabupaten Nagan Raya Provinsi Aceh kembali menyakiti hati GuruKita,dengan membayarkan Dana Tunjangan TC hanya dua bulan saja yaitu Januari dan Maret,alasannya klasi,tak ada uang di dalam Kas atau Kas kosong,padahal sesuai dengan Juknis dana TC tersebut harus diwujudkan dalam 3 bulan sekali. Bahkan diskriminasi yang mereka lakukan termasuk belum membayar 5 bulan hak TC untuk 230 Guru CPNS TMT 1 April 2009 yang lalu ditambah lagi dengan hak mereka THR 2 kali dan Uang Megang sebagaimana diterima PNS lainnya,belum lagi hak Tenaga Honorer di Instansi Pemkab tersebut yang mengalami hal yang sama,dan sampai saat ini GuruKita tak dapat mengadu ke mana lagi laporan pengaduan ini di bawa..yang jelas Kapolres dan Kajari setempat impoten.

Ironisnya,ketika dana yang tak cukup dibayarkan itu ditanyakan ke pihak Setdakab,mengatakan belum menerima laporan dalam Kasus ini,apalagi posisi Kadisdik kosong.
Yang lebih ironis lagi dalam keadaan uang yang tak cukup dibayarkan buat GuruKita,ada 32 orang istri Kadis dan Asisten Pemkab setempat yang melakukan Vacansi ke mancanegara ( 5 Negara ) tidak diketahui Publik untuk apa, karena hal itu dilakukan secara diam-diam,acara kunjungan ke 5 buah negara Asia tersebut,ibu-ibu itu memperoleh Uang Saku lagi Rp. 8 juta/orang..Sadiskah?